Film “Ghost in the Shell” yang sudah lama ditunggu-tunggu, akhirnya datang menjawab pertanyaan para pencinta anime dan manga di seluruh dunia. Mengadaptasi cerita asal Negeri Sakura tersebut, film “Ghost in the Shell” versi Hollywood ini hadir dibalut dengan teknologi visual mumpuni. Film ini menceritakan tentang kisah di masa mendatang. Mencangkok otak ke dalam tubuh robot sibernetika adalah penemuan terbaru yang akan terus dikembangkan. Salah satu perusahaan yang berhasil menemukannya adalah Hanka Robotics, saat menciptakan sebuah robot bernama Major (Scarlett Johansson).
Major merupakan spesies pertama di kalangan robot yang sangat kuat. Wajar saja karena dia diciptakan untuk menumpas kejahatan di kota tersebut. Akan tetapi, ada sesuatu yang salah dengan Major, otaknya kerap mengingat masa lalu ketika dirinya masih menjadi seorang manusia biasa. Sedikit demi sedikit percikan ingatan tersebut terus mengganggu Major yang di saat bersamaan harus bertemu dengan Kuze (Michael Pitt), sebuah sosok robot misterius dengan kemampuan berbahaya dan mengancam Hanka Robotics.
Dengan bantuan Batou (Pilou Asbaek), Major akhirnya memasuki sebuah peperangan yang justru menyeretnya ke dalam peperangan lain. Peperangan di dalam dirinya, di mana otaknya terus mengingat masa lalu dan membuatnya menjadi gundah. Seperti nama judulnya, film “Ghost in the Shell” berarti adalah roh yang ada di dalam sebuah tubuh palsu. Ia masih akan tetap hidup meski tubuh tersebut terus berganti dan berganti.
Film “Ghost in the Shell,” sendiri memiliki alur cerita dinamis yang berjalan dengan begitu lembut. Semua cerita yang ingin disampaikan terjahit rapi dari awal sampai akhir. Begitu pun dengan kehadiran efek visual mengagumkan. Dalam teknologi IMAX, “Ghost in the Shell” berhasil memberikan pengalaman berbeda saat menonton. Ledakan bom, percikan kaca, tembak-tembakan, atau bahkan cipratan air terlihat sangat indah dengan sentuhan IMAX.
Satu hal lain yang menjadi daya pikat dari film ini adalah bagaimana sang sutradara menggambarkan era modern kehidupan Jepang. Rumah-rumah, gedung perkantoran, dan beberapa robot sibernetika lain terasa sangat hidup. Contohnya saja ada gedung perkantoran yang didesain seperti masa depan, terlihat nyata dengan detail-detail hologram iklan besar yang menawarkan produk-produk seperti penggantian kulit atau bahkan program cankok otak sendiri.
Secara keseluruhan, film “Ghost in the Shell” mampu menjadi sebuah tontonan yang memuaskan. Terlepas dari pemilihan Scarlett sebagai tokoh utamanya yang sempat menjadi kontroversi. Namun, usahanya untuk menjadi seorang robot dalam film ini harus diapresiai. Gaya berjalan kaku dan adegan fighting-nya bisa dikatakan cukup dan malah jauh berbeda dari ciri khas saat dirinya bermain sebagai Black Widow dalam film The Avengers. Flagers yang penasaran dengan filmnya, langsung saja yuk nonton di bioskop-bioskop kesayangan kalian semua.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.