“Ant-Man and the Wasp,” Ketika Dilema antara Menjadi Pahlawan atau Seorang Ayah │ Movie Review

July 7, 2018

Banyak hal terjadi setelah Ant-Man membantu Avengers di “Captain America: Civil War.” Scott Lang, sosok di balik Ant-Man yang masih dimainkan Paul Rudd, menjadi tahanan rumah selama dua tahun. Ia hanya bisa mengajak putrinya, Cassie seru-seruan di dalam rumah setiap akhir pekan. Bisnis pun harus ia serahkan pada Luis (Michael Pena). Sementara Hope (Evangeline Lilly) dan ayahnya Hank Pym (Michael Douglas) menjadi buron. Mereka pun membenci Scott, karena diam-diam mencuri kostum Ant-Man dan membuat kerusuhan di Jerman bersama Avengers. Tapi mendadak, tiga hari sebelum status tahanannya dicabut, Scott mengalami hal aneh. Lewat sebuah telepon tak terlacak, ia menghubungi Hank Pym.

Sang ilmuwan peneliti alam kuantum lalu membawa Scott ke laboratorium baru buatannya.
Ia kembali harus berhadapan dengan Hope, yang kini menjadi The Wasp. Bersama, mereka punya misi baru yang masih ada hubungannya dengan alam pengenyah ruang dan waktu yang pernah ‘menelan’ Scott di film pertama. Kali ini yang mengejar mereka tak hanya polisi atau FBI.

Film “Ant-Man and the Wasp” menyuguhkan cerita yang lebih kompleks dan semakin terkait dengan Avengers. Berkali-kali kejadian di “Captain America: Civil War” diungkit. Bahkan sang Captain-atau Cap, demikian Scott memanggilnya dengan akrab-dijadikan bahan lelucon. Mereka juga berulang kali menyebut S.H.I.E.L.D dan menyuguhkan fakta bahwa dahulu Hank Pym ilmuwan di sana. Itu organisasi yang berkaitan erat dengan Nick Fury dan Captain America.

Sekuel yang masih disutradarai Peyton Reed ini tampil dengan lebih banyak teknologi menyusutkan barang. Mobil, sepeda motor, permen, semut, bahkan gedung pun bisa diciutkan. Hank Pym seakan menjadi ilmuwan ‘alternatif’ kala Stark-hartawan sekaligus ilmuwan pentolan Avengers-tak muncul. Ia ilmuwan dengan caranya sendiri, yang justru tak mau karyanya jatuh ke tangan Stark. Di film ini, egoisme dan kekeraskepalaannya makin tampak.

Dalam pelarian bersama putrinya, sosok Hank Pym yang seakan hanya seorang tua di Ant-Man pertama, berubah menjadi ilmuwan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Ia seakan punya jawaban atas segalanya, termasuk saat rekan dari masa lalu muncul di tengah misinya. Sayangnya, cerita yang terlalu terfokus pada Hank Pym dan keinginan pribadinya membuat film sempat terasa membosankan. Film “Ant-Man and the Wasp” seakan menjadi film dengan sekumpulan pihak dan egoisme masing-masing yang berusaha memanfaatkan teknologi kuantum Hank Pym.

Nyaris tak ada aksi heroik menyelamatkan umat manusia layaknya film-film Avengers. Yang ada justru benda-benda yang mendadak membesar dan menyusut dan bisa membahayakan orang. Alih-alih tentang “Ant-Man dan The Wasp” seperti judulnya, film ini justru tentang Hank Pym dan keluarganya serta Scott Lang yang berusaha menata dan mengembalikan hidupnya.

Beruntung dialog renyah, termasuk tentang Avengers, membuat penonton terhibur. Apalagi kehadiran Michael Pena, yang sejak film pertama sudah membuat tertawa dengan kepolosan serta gaya bicaranya yang cepat dan bertele-tele. Menariknya, tema keluarga terasa kuat dari film ini. Hubungan Hank Pym dan Hope, Scott Lang dengan Cassie, serta Hank Pym-Hope-Scott Lang cukup mengharukan di beberapa adegan. Tenang, tak ada lagi celetukan iseng Scott yang merusak suasana seperti di Ant-Man.

Dan seperti film-film Marvel yang lain, efek visual “Ant-Man and the Wasp” menjadi hal yang patut dikagumi. Apalagi saat mereka membawa penonton ke alam kuantum yang tak terduga. Jika menonton “Ant-Man and the Wasp,” jangan lupa terus duduk sampai credit title berakhir. Ada kejutan dalam after movie yang ada kaitannya dengan Avengers, dan pantang dilewatkan. So…jangan kelewatan ya Flagers untuk nonton film “Ant-Man and The Wasp” di bioskop-bioskop kesayangan kalian.

Comments and 3,364 views

Dimas Andra Saputra

Your Future Engineer │ Model United Nations │ Entertainment World

Related Posts

COMMENT

Leave a Reply